Tanaman selalu mengalami kesulitan: membutuhkan keragaman genetik yang cukup untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sekaligus memastikan stabilitas pada keturunannya. Penelitian baru mengungkapkan bagaimana mereka mencapai keseimbangan yang rumit ini dengan mengendalikan tingkat mutasi pada populasi sel induk yang berbeda. Penemuan ini, yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, mempunyai implikasi besar terhadap peningkatan tanaman utama seperti kentang dan pisang.
Mutasi adalah bahan bakar evolusi – perubahan pada DNA yang dapat menghasilkan sifat-sifat baru, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan. Meskipun penting untuk adaptasi, hal ini juga menimbulkan risiko terhadap stabilitas organisme. Di sinilah sel induk tanaman berperan. Berbeda dengan manusia yang menyimpan sel induknya di sumsum tulang, tumbuhan memiliki kelompok di ujung pucuk yang disebut “meristem apikal”. Struktur berbentuk kubah ini berfungsi seperti pabrik mini, yang memproduksi semua jaringan tanaman baru – mulai dari akar dan daun hingga kulit dan sel reproduksi (telur dan sperma).
Yang terpenting, meristem apikal ini disusun menjadi tiga lapisan berbeda: L1, L2, dan L3. Setiap lapisan mempunyai peran khusus. Lapisan L2 bertanggung jawab untuk menciptakan gamet, memastikan bahwa informasi genetik yang diturunkan melalui reproduksi seksual tetap relatif stabil. Sebaliknya, lapisan L1, yang membentuk lapisan luar tanaman (kulit), mengakumulasi mutasi pada tingkat yang jauh lebih tinggi.
Para ilmuwan yang dipimpin oleh Luca Comai di UC Davis menemukan bahwa mutasi pada lapisan L1 4,5 kali lebih sering terjadi dibandingkan pada lapisan L2 pada tanaman kentang yang diperbanyak secara vegetatif—yakni melalui stek atau umbi-umbian, bukan melalui biji. Hal ini menunjukkan adanya strategi yang disengaja oleh tanaman: memprioritaskan stabilitas genetik untuk keturunannya sambil memberikan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang lebih besar pada sel somatik (sel yang membentuk tubuh tanaman).
“Memiliki arsitektur sel induk berlapis memungkinkan tanaman mengatur laju mutasi pada sel-sel yang berbeda dengan baik untuk mengoptimalkan keberhasilannya dan keberhasilan keturunannya.” — Luca Comai, penulis senior studi ini
Temuan ini mempunyai implikasi penting bagi pertanian. Banyak tanaman komersial penting seperti kentang, pisang, stroberi, dan anggur diperbanyak secara vegetatif. Seiring waktu, metode ini memungkinkan mutasi terakumulasi di dalam tanaman, yang berpotensi menghasilkan sifat-sifat yang menguntungkan dan juga sifat-sifat yang tidak diinginkan.
Memahami bagaimana mutasi berperilaku di berbagai lapisan meristem apikal dapat membantu pemulia memanfaatkan perubahan positif sekaligus meminimalkan perubahan negatif. Pengetahuan ini sangat penting untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, hasil, dan kualitas keseluruhan tanaman pangan penting ini.
Selain itu, penelitian ini menyoroti catatan peringatan untuk bioteknologi tanaman. Memodifikasi tanaman secara genetik sering kali melibatkan penyisipan DNA baru ke dalam satu sel, yang kemudian tumbuh menjadi tanaman utuh. Karena teknik ini hanya menargetkan satu lapisan meristem apikal, mutasi bermanfaat yang ada di lapisan lainnya mungkin saja terlewatkan. Comai dan timnya menekankan bahwa pendekatan bioteknologi di masa depan harus mempertimbangkan kompleksitas berlapis untuk memastikan perbaikan genetik yang komprehensif.
Studi ini mengungkap contoh menarik tentang bagaimana tanaman dengan hati-hati menyeimbangkan stabilitas dan kemampuan beradaptasi pada tingkat sel. Hal ini menggarisbawahi hubungan kompleks antara mutasi, pengembangan tanaman, dan praktik pertanian, sehingga membuka jalan bagi strategi pemuliaan yang lebih tepat sasaran dan efektif di masa depan.
