Kembang Api Terang Bulan: Astronom Merekam Video Langka Meteor yang Menabrak Permukaan Bulan

0
36

Beberapa hari yang lalu, sebuah batu luar angkasa menghantam bulan, menciptakan kilatan singkat namun terang yang terlihat melalui teleskop di Bumi. Peristiwa dramatis ini, yang direkam oleh astronom Jepang Daichi Fujii, menjadi pengingat jelas bahwa tetangga angkasa kita, meskipun sifatnya tampak jauh dan tidak berubah, terus mengalami perubahan.

Pencarian Terus-menerus untuk Dampak Bulan

Fujii, seorang kurator di Museum Kota Hiratsuka di Jepang, telah mendedikasikan waktu bertahun-tahun untuk mengamati bulan, khususnya mencari “kilatan” yang sekilas ini. Sejak tahun 2011, dia dengan cermat memantau permukaan bulan menggunakan beberapa teleskop aperture 8 inci yang terletak di dekat Hiratsuka, sebuah kota di antara Tokyo dan Gunung Fuji. Peristiwa baru-baru ini sangat penting karena menandai kilatan cahaya kedua yang ditangkapnya hanya dalam dua hari, yang pertama terjadi di dekat Kawah Gassendi, dan yang terbaru di dekat Oceanus Procellarum – dataran lava gelap besar yang juga dikenal sebagai “Lautan Badai”.

Ilmu Pengetahuan di Balik Kedipan

Kilatan ini, yang berlangsung hanya sepersekian detik, adalah hasil dari tumbukan batuan luar angkasa ke permukaan bulan dengan kecepatan sangat tinggi – sekitar 60.000 mph. Meski kecil, dampaknya bisa sangat besar. Seperti yang dijelaskan NASA, di Bumi, hujan meteor menghasilkan “pertunjukan kembang api” yang spektakuler, namun di bulan yang tidak ada udara, hujan meteor menghasilkan “kumpulan proyektil berenergi tinggi”.

Mengapa Mempelajari Peristiwa Ini?

Pengamatan Fujii, dan pengamatan astronom lainnya, tidak hanya menakjubkan secara visual—tetapi juga bernilai ilmiah. Dengan melacak seberapa sering dan seberapa besar kekuatan batuan luar angkasa menghantam bulan, para ilmuwan dapat memprediksi risiko terhadap pesawat ruang angkasa dengan lebih baik. Meteor besar menimbulkan ancaman bagi satelit dan, mungkin, pangkalan bulan di masa depan. Bulan bertindak sebagai “detektor meteoroid” yang efisien karena merupakan target yang luas dan andal bagi para astronom yang mempelajari batuan luar angkasa yang lebih besar.

Bumi vs. Bulan: Kisah Dua Benda Langit

Meskipun Bumi dan Bulan sama-sama mengalami puing-puing komet, dampaknya berbeda secara signifikan. Di Bumi, atmosfer kita memberikan perlindungan penting, membakar sebagian besar sampah sebelum mencapai permukaan. Namun, Bulan tidak memiliki perisai atmosfer sehingga membuatnya terkena proyektil berkecepatan tinggi. Bahkan batuan luar angkasa yang berukuran relatif kecil pun dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar.

Sebuah batu seberat 10 pon yang bergerak dengan kecepatan antara 45.000 dan 160.000 mph dapat meledakkan kawah selebar 30 kaki dan mengangkat lebih dari 80 ton debu bulan. Sementara itu, NASA memperkirakan asteroid selebar 100 hingga 170 kaki dapat meratakan sebuah kota kecil.

Kebetulan dan Komet

Waktu terjadinya dampak baru-baru ini bertepatan dengan hujan meteor tahunan Taurid Utara dan Selatan, yang terdiri dari pecahan berukuran kerikil dari Komet Encke. Tahun ini, Bumi melewati wilayah luar angkasa dengan volume puing komet yang sangat tinggi – sebuah “tahun kawanan” bagi Taurid.

Pemandangan Langka dan Mendebarkan

Meski terus dipantau, Fujii hanya mencatat kilatan tumbukan setiap beberapa puluh jam pengamatan. Dia telah mengamati sekitar 60 kilatan hingga saat ini. “Mengambil kilatan cahaya yang terang selalu mendatangkan kegembiraan yang luar biasa,” kata Fujii, menyoroti daya tarik yang terus berlanjut terhadap peristiwa-peristiwa kosmik yang cepat berlalu ini. Pengamatan ini menggarisbawahi sifat dinamis tata surya kita dan perubahan yang sedang berlangsung bahkan pada tetangga terdekat kita.